Disiplin positif merupakan unsur utama dalam
konsep budaya positif. Kata disiplin identik dengan kepatuhan. Kata disiplin
jika dibawa dalam kegiatan pembelajaran, maka yang terbayang adalah murid patuh
kepada tata aturan sekolah, patuh dengan tata aturan kelas, jika melanggar maka
akan mendapat hukuman. Tetapi dalam artikel ini konsep disiplin positif yang dimaksud
adalah membimbing murid menumbuhkan disiplin diri karena motivasi internal
untuk mewujudkan murid yang merdeka. Jika tidak memiliki motivasi internal,
maka diperlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal. Konsep
ini selaras dengan pernyataan Ki Hajar Dewantara bahwa disiplin diri diperlukan
untuk menciptakan murid yang merdeka. Disiplin diri mampu membuat seseorang menggali
kekuatan atau potensinya untuk suatu tujuan yang bermakna. Disiplin diri
merupakan kemampuan mengontrol diri, menguasai diri serta menentukan sikap yang
mengacu pada nilai yang kita hargai. Kita dapat melakukan disiplin diri kepada
murid melalui segitiga restitusi, jika murid tersebut melakukan pelanggaran
keyakinan kelas.
Jika
murid melakukan pelanggaran, apakah langkah kita? Siapa yang mengingatkan?
Apakah mereka kita beri hukuman atau kita memaafkan saja? Contoh kasus, ketika
melakukan pembelajaran praktik terdapat siswa menggunakan pakaian kerja tidak lengkap
sesuai keyakinan kelas. Apakah siswa tersebut diperbolehkan praktik atau tidak?
Selama ini kebiasaan kita adalah langsung memaafkan atau membuat mereka tidak
nyaman. Perhatian kita cenderung pada kesalahan yang dilakukan daripada mencari
cara bagi mereka untuk memperbaiki diri. Salah satu cara untuk memperbaiki diri
agar terwujud disiplin diri dapat dilakukan melaui segitiga restitusi. Segitiga
restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan
karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004 dalam LMS Guru Penggerak Modul 1.4
Budaya Positif 2021).
Melalui
restitusi kita dapat membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin
positif, serta memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah
pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari
ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai
nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Restitusi membantu murid untuk
jujur pada diri sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan.
Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Sangat penting bagi guru untuk
menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan
berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Semua orang pasti pernah berbuat
salah”, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”.
Terdapat tiga langkah dalam Segititiga Restitusi yaitu 1) menstabilkan
identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan keyakinan. Langkah
ini digambarkan dalam bentuk segitiga seperti Gambar 1 dibawah ini.
Langkah pertama
pada bagian dasar segitiga adalah menstabilkan identitas. Jika anak berbuat
salah maka ada kebutuhan dasar mereka yang tidak terpenuhi. Bagian dasar
segitiga restitusi memiliki tujuan untuk merubah orang yang gagal karena telah berbuat
kesalahan menjadi orang yang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka dengan
mengatakan kalimat seperti 1) tidak ada manusa yang sempurna; saya juga pernah
melakukan kesalahan seperti itu. Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka
otak tidak akan mampu berpikir rasional, saat inilah kita menstabilkan
identitas anak. Anak kita bantu untuk tenang dan mencari solusi untuk
menyelesaikan permasalahan.
Langkah kedua adalah memvalidasi tindakan
yang salah. Konsep langkah kedua adalah kita harus memahami kebutuhan dasar yang
mendasari tindakan anak berbuat kesalahan. Menurut Teori Kontrol semua tindakan
manusia, baik atau buruk, pasti memiliki maksud/tujuan tertentu (LMS Guru
Penggerak, 2021). Ketika kita menolak anak yang berbuat salah, dia akan tetap
dalam masalah. Yang diperlukan adalah kita memahami alasan melakukan hal
tersebut sehingga anak merasa dipahami.
Langkah ketiga yaitu menanyakan
keyakinan. Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara
internal. Ketika langkah 1 dan Langkah 2 sukses dilakukan, maka anak akan siap
untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi
orang yang dia inginkan. Penting menanyakan ke anak tentang kehidupan kedepan yang dia inginkan.
Ketika mereka sudah menemukan gambaran masa depannya, guru dapat membantu
mereka untuk tetap fokus pada gambarannya. Melalui segitiga restitusi kita
dapat mewujudkan mereka menjadi murid yang merdeka. Mereka mampu menyelesaikan
masalah dengan motivasi internal dan bertanggung jawab terhadap pilihannya.
Link Aksi Nyata Modul 1.4 Calon Guru Penggerak
https://drive.google.com/file/d/14jtiynCoDh3eKHJQcI-W0ItBPLLhzuNF/view?usp=sharing
Superrr sekaliii.. mendidik siswa menjadi kreatif dan inovatif..
BalasHapussudut pandang yang bagus dalam penanganan permasalahan siswa,tidak semua bapak ibu guru memiliki pandangan seperti diatas, tetap semangat bergerak menebar budaya positif di sekolah, saya yakin karakter siswa akan jauh lebih baik dengan penerapan disiplin positif di sekolah
BalasHapusLuar Biasa Bu Yayuk, Tetap semangat
BalasHapusMantabs.... keren dan sangat mengisnpirasi bunda yayuk... tetap semangat dan semoga semangat dan dedikasinya bisa nular ke saya.... hehehe
BalasHapusNice...
BalasHapus